Hanya berselang sehari setelah Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo memuji
pendidikan di Ibu Kota yang diakuinya lebih maju dari Solo, Jawa
Tengah, termasuk kesejahteraan para gurunya, terungkap buku pelajaran
sekolah dasar yang menghebohkan.
Pasalnya Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo, saat kunjungan kerja ke
RW.06 Binaan, Kebagusan Pasar Minggu Jakarta Selatan, pada 11 April
2012, kepada warga setempat menyatakan program peningkatan kualitas
pendidikan mendapat prioritas dari Pemprov DKI.
Terbukti fasilitas pendidikan terus ditingkatkan, bersamaan dengan
tingkat kesejahteraan para guru melalui kenaikan gaji dan tunjangannya,
sehingga menjadi yang terbesar dibandingkan dengan daerah lain di
Indonesia, termasuk di Solo. Bahkan, untuk prestasi para siswa dan
pelajarnya, dapat dilihat dari kualitas pendidikan di Jakarta yang
terlihat melalui persentase kelulusan siswa dalam ujian nasional atau UN
pada 2011.
Untuk tingkat SD, tingkat kelulusan siswa 100%, SMP 99%, SMK 99% dan
SMU 99% Menurut Foke, di Solo untuk SD saja siswa yang lulus hanya 84%
dan tentu hanya 84% dan tentu jenjang sekolah lainnya belum tentu sama
dengan Jakarta. Apalagi Pemprov DKI telah menerapkan wajib belajar 9
tahun dengan tanpa biaya yang akan ditingkatkan menjadi 12 tahun di Ibu
Kota.
Dia pun menyarankan kepada warga Jakarta jika masuk jenjang
pendidikan menengah lebih baik anaknya disekolahkan ke sekolah menengah
kejuruan (SMK) sehingga nanti memiliki keterampilan khusus. “Jangankan
mobil, SMK di Jakarta sudah bisa buat pesawat,“ tegasnya.
Ketika warga masih merasa bangga dengan prestasi pendidikan di
Jakarta yang disampaikan gubernurnya, ternyata beredar kabar yang kurang
sedap pada esok harinya, 12 April 2012, tentang salah satu buku
pelajaran siswa sekolah dasar (SD) di Ibu Kota. Buku pelajaran sekolah
membuat kaget sejumlah orang tua murid kelas 2 SD Angkasa IX Halim
Perdanakusumah Jakarta Timur. Mereka mendapati kisah rumah tangga yang
menyebut kalimat `istri simpanan’ dalam buku pelajaran Pendidikan
Lingkungan Budaya Jakarta.
Banyak pihak menilai tidak layak kalimat istri simpanan, tertulis dalam cerita berjudul Bang Maman dari Kali Pasir
pada buku Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta halaman 30-31, yang
menjadi buku pelajaran siswa kelas 2 SD yang usianya baru menginjak 7-8
tahun.
Dalam membaca cerita Bang Maman dari Kali Pasir itu cobalah
Anda menempatkan diri dan perasaan menjadi ibu atau ayah yang melihat
anaknya sendiri yang baru kelas 2 SD membaca cerita tersebut, sambil
menerawang masa depan anak Anda.
Cerita menarik itu saya kutip secara utuh:
Bang Maman adalah pedagang buah di Kali Pasir. Bang Maman
mempunyai anak perempuan bernama Ijah. Suatu hari Bang Maman memanggil
Ijah dan berkata ingin menjodohkannya dengan Salim, anak Pak Darip orang
kaya di Kali Pasir. Tak lama setelah Salim dan Ijah menikah, Pak Darip meninggal dunia.
Pak Darip meninggalkan harta warisan berupa kebun yang sangat
luas kepada Salim. Salim tidak bisa mengurus kebun peninggalan ayahnya
dan meminta Kusen mengurusnya. Istri Kusen mempunyai rencana jahat, dia meminta suaminya menjual kebun Salim. Setelah kebun dijual mereka melarikan diri.
Salim menjadi miskin, harta warisan ayahnya sudah habis. Akhirnya Salim berjualan buah di pasar.
Bang Maman mengetahui Salim telah jatuh miskin. Bang Maman ingin Ijah
bercerai dengan Salim. Karena Salim telah jatuh miskin. Ia tidak mau.
Biar miskin ia tetap setia kepada Salim.
Akhrinya Bang Maman meminta bantuan Patme supaya berpura pura menjadi istri simpanan Salim.
Patme setuju atas permintaan Bang Maman, kemudian Patme datang ke rumah
Salim dan berbicara dengan Ijah. Patme mengaku sebagai istri Salim.
Patme dan Ijah bertengkar. Ijah merasa kecewa dan marah kepada Salim.
Begitulah ceritanya, yang cukup sederhana dan mengandung banyak pesan
moral. Tetapi, jika mencermati secara jernih keseluruhan isi cerita
tersebut terutama pilihan kata dan kalimatnya, maka banyak pihak menilai
tidak cocok untuk bacaan anak usia SD.
Mungkin, cocok atau tidaknya bacaan tersebut untuk anak-anak masih bisa diperdebatkan, sebagaimana sejumlah game online di warnet yang mereka mainkan, kendati sesungguhnya itu permainannya orang dewasa.
Semoga anak-anak Jakarta tidak menjadi cepat dewasa sebelum waktunya.
sumber : Solopos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar